jump to navigation

TERIMA KASIH MALAYSIA 27 May 2010

Posted by arcello in Uncategorized.
trackback

Malaysia, negara tetangga yang konon katanya masih satu rumpun nenek moyang dengan kita, pernah membuat geram seisi tanah air. Bukan hanya sekali-dua kali, tapi boleh dikatakan telah beberapa kali membuat rakyat Indonesia tersadar bahwa harga diri bangsanya sedang diuji. Mulai dari polemik batas wilayah kesatuan NKRI, masalah TKI yang beritanya kadang membuat miris, sampai pengakuan beberapa warisan budaya negeri kita yang dengan entengnya mereka akui sebagai milik negara DiRaja Malaysia.

Salah satu warisan budaya yang dengan amat keterlaluan mereka klaim adalah batik. Kenapa saya sebut amat keterlaluan ? Bagi saya pribadi, dan semoga ini berlaku juga buat teman-teman sebangsa setanah air, batik itu seperti sudah menjadi kulit tubuh bangsa kita. Dari jaman dulu sampai jamannya para blogger seperti sekarang ini, batik tercipta dan berasal dari negeri kita tercinta Indonesia. Bahkan kata batik berasal dari bahasa Jawa, yang terdiri dari dua kata amba yang berarti menulis dan kata titik.

Kita sebagai sebuah bangsa yang besar, berhak dan wajib geram dengan peng-klaim-an batik itu. Tapi, di samping rasa geram bin marah, kita juga bisa mengucapkan terima kasih kepada Malaysia. Kenapa ? Ya…karena gara-gara kasus klaim batik itu, kita rakyat Indonesia seperti tersentak yang kemudian terbangun sadar bahwa harga diri bangsa Indonesia seperti akan diinjak-injak oleh bangsa lain.

Batik yang dulu dianggap sebagai pakaiannya para guru negeri, pelan namun pasti, mulai diusahakan agar bisa diterima oleh semuakalangan, baik yang guru maupun yang bukan. Mulailah para desainer kondang kebanggaan negeri ini berlomba-lomba merancang batik sebagai busana anggun nan modern. Dianjurkan juga dengan amat sangat, setiap hari Jumat setiap karyawan datang ke kantornya dengan memakai baju batik. Bahkan pemerintah langsung bereaksi dengan memperjuangkan batik sebagai salah satu warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Semua orang seperti disatukan semangat tunggal nan hebat untuk menunjukkan ke seluruh dunia bahwa batik adalah icon Indonesia, dan segenap rakyat Indonesia cinta batik.

Pernahkan kita membayangkan, seandainya pihak Malaysia tidak pernah melakukan klaim terhadap batik, akankah batik mendapat tempat terhormat seperti sekarang ini ? Jujur, saya dulu juga kurang menganggap batik sebagai pakaian yang “asyik” untuk dikenakan. Sebagai orang Jawa tulen, kehidupan saya sudah amat terbiasa dengan batik. Bapak dan Ibu saya punya setumpuk bahan batik yang kadang dipakai buat sprei kasur, alas seterika, atapun buat selimut tambahan. Ada juga kain batik yang agak spesial kedudukannya karena digunakan di saat acara-acara agung, seperti pernikahan ataupun lamaran. Oleh karena itu lah saya sudah menganggap batik sebagai pakaian yang biasa-biasa saja.

Nah, setalah kabar klaim batik dari Malaysia mulai santer terdengar, saya jadi ikut-ikutan latah. Saya mulai membeli baju batik pertama saya dengan model kerah Shanghai. Lebih heboh lagi, setelah anak saya tercinta Arcello tambah gedhe, saya mulai rajin mencarikan baju batik khusus buat Arcello.

Arcello N With His Batik

Tidak cukup sampai di situ, saya juga berkreasi merancang kaos yang bertemakan cinta batik. Bahkan tidak hanya tema batik yang coba saya angkat, ada juga angklung, reog, dan yang lainnya. Hasilnya lumayan, banyak yang memesan kaos saya, walaupun masih sebatas rekan kantor dan tetangga dekat rumah.

Kaos Tema Batik

Jadi, boleh lah kalau saya ucapakan terima kasih kepada Malaysia. Karena dirimu lah saya jadi ikut-ikutan tersadar bahwa sebagai anak bangsa harus terus melestarikan kebudayaan negeri Indonesia tercinta, agar jangan sampai kejadian klaim budaya seperti yang pernah kau lakukan terulang kembali.

Saking semangatnya, saya pun pernah berujar ke istri saya tercinta :
“ Besok kalau udah gedhe Arcello mau aku daftarkan les yang ada nilai seninya. “
“ Waah bagus itu Pa…, les piano atau biola aja. Pasti Arcello nanti bakal suka. “ sahut istri saya ikut bersemangat.
“ Nggak aah…, les piano atau biola mahal. Lagian yang ikutan les kaya’ gitu udah banyak. Kita mesti carikan les   yang lain dari pada yang lain. “  Istri saya terdiam sambil mengernyutkan dahi.
“ Arcello nanti mau aku les-kan Tari Buto Cakil atau Tari Hanoman. Kan jarang ada tuh. Lagian siapa tahu Arcello nanti bisa jadi duta kebudayaan dan bisa keliling dunia. Oke kan Ma…?? “
Istri saya masih terdiam, tapi bedanya dia langsung ngeloyor pergi sambil geleng-geleng kepala.

Comments»

1. masndol - 27 May 2010

setuju banget mas, fight against maling,

kunjungan pertamaku, salam kenal

arcello - 28 May 2010

salam kenal balik bro…
tengkyu for kunjungan balikknya

2. Ifan Jayadi - 27 May 2010

Benar. Kita baru ribut dan protes sana sini setelah budaya kita diklaim negara lain. Tapi pernahkah kita berpikir, bahwa sampai sejauh mana peran serta kita untuk melestarikan budaya itu sendiri

arcello - 28 May 2010

hehehe…
iya..betul, kebiasaan yang nggak baik tentunya jika
kita action setelah ada tekanan dr pihak luar
terima kasih buat kunjungannya

3. Bee'J - 29 May 2010

saya dukung niatya pak, biar Arcello menjadi salah satu anak bangsa yang memelihara kebudayaan Indonesia.. 😀

arcello - 1 June 2010

terima kasih
atas dukungannya….

4. Shafiqah Treest - 29 May 2010

^_^

salam silaturahim …

arcello - 1 June 2010

salam silaturahmi kembali…
tengkyu yaa…

5. alice in wonderland - 31 May 2010

hihi… semangat nasionalismenya keren juga, mungkin kalo banyak orang les tari Hanoman bisa jadi gak ada yang mau les piano lagi^^ Mungkin Malaysia harus mengklaim kalo tari2 tersebut adalah budaya mereka

arcello - 1 June 2010

iya…
les piano jadi sepi…
hehehe…

6. Qoirina - 31 May 2010

Cello lucu dech ^.^
Setuju mas, memang seharusnya kita tak perlu juga banyak bicara dan kebakaran jenggot begitu “aset” kita di sabotase negara tetangga.
Semua punya tugas masing-masing, sudah ada yang dapat bagian komentar, klaim balik dll. Nah… kita nich, kebagian gerak untuk bagaimana menjaga aset2 tersebut dan juga aset2 yang belum (jangan sampai dech) dilirik juga oleh tetangga.

arcello - 1 June 2010

setuju…
semangatnya luar biasa neh…
ayoo…

7. iuef - 31 May 2010

batik udah jadi trend sekarang…
tapi kalo tari-tarian masih dianggap kuno, persis kayak dialog ayah n bunda arcello… hihihi… saya sendiri termasuk penikmat seni tradisional, dulu malah sempet aktif terjun, tapi sekarang kewajibanku yg lebih utama membatasi

ini kunjungan balik saya
Thx udah berkunjung

arcello - 1 June 2010

terima kasih
juga buat kunjungan baliknya…

8. Bha well - 1 June 2010

setuju
btw arcello lutu bgt

arcello - 8 June 2010

terima kasih

9. rosanakmami - 2 June 2010

aku suka pake batik dari dulu, hehe.. 😀
ayo kita lestarikan budaya Indonesia!!
tari2 klasik indonesia juga bagus2 loh…

dan itu, arcello-nya lucu bangettt… ^^

arcello - 8 June 2010

kita harus mulai menyukai batik
dari dalam diri kita pribadi…
terus berlanjut ke lingkungan keluarga kita tercinta
terima kasih buat kunjungannya…

10. bintang - 4 June 2010

udah kebayang gimana imutnya arcello pake kostun hanoman

pasti makin cakep tuh..

malaysia tuh negeri yang sering di ceritain di indonesia lengkap dengan sumpah serapahnya, tapi tho masih juga kita berbondong-bondong kesana.
dan saya adalah bagian dari mereka yang ikut mengais rejeki di negeri tetangga itu. uff..

11. Keping Hidup - 6 June 2010

ok juga les tari yang jarang orang bisa.. bisa jadi duta bangsa

12. endra - 6 June 2010

mari bersama – sama lestarikan budaya bangsa kita….

arcello - 17 June 2010

ayoo….

13. asfan - 16 June 2010

oke…biar bagaimanapun juga..aku tetap cinta Indonesia..^_^

arcello - 17 June 2010

setuju…
sekali Indonesia tetep Indonesia….

14. batik modern - 17 June 2010

saya dukung gan…

15. Maskur® - 6 July 2010

Mmmm bener juga

16. Bangauputih - 25 July 2010

baru meradang setelah diklaim orang, itulah watak bangsa kita.
mari lestarikan pusaka dan budaya negeri tercinta.
salam

17. Josephine Causey - 27 December 2010

Well I truly enjoyed reading it. This tip provided by you is very helpful for proper planning.


Leave a reply to Shafiqah Treest Cancel reply